Ya ALLAH, hatiku kembali dirundung kegelisahan. Hari berlau, dan besok adalah tepat hari pertunangan Aim dan Inez. Aku sungguh tak sanggup rasanya melihat tawa senyum bahagia semua orang dirumah ini. Mereka semua telah sangat bersiap dengan pakaian, kain,
selendang, bunga, sepatu, dan semua yang sudah tertata rapih pengan pita hijau sangat cantik. Bolehkah seserahan ini jadi milikku?
selendang, bunga, sepatu, dan semua yang sudah tertata rapih pengan pita hijau sangat cantik. Bolehkah seserahan ini jadi milikku?
Aku pergi keluar, cari udara segar untuk tenangkan pikiranku yang semakin menggalau tak karuan. Berkeliling sekitar perumahannya. Akankah aku bisa melupakan semua dan mendapatkan yang jauh lebih baik dari ini? Kalau saja bukan karena Ayah dan Mamaku, aku berani pastikan semua ini akan tidak akan pernah berjalan sesuai kehendak mereka. Bangku panjang menghadap lapangan hijau yang di kumpuli para pengejar satu bola, menjadi tempat peristirahatanku sejenak. Sungguh mereka bodoh mengejar satu bola yang tidak akan memberikan sebuah kepastian hidup. Dan aku sama seperti mereka, yang telah bodoh untuk bertahan mengejar yang sudah pasti tidak untukku.
“Sendirian kak?” Sapa Inez yang datang mengejutkan aku.
Aku tersenyum padanya. “Iya…”
Inez duduk disampingku. “Barusan aku habis jalan –jalan sama Bang Baim. Kebetulan aku lihat kakak disini, jadi aku minta dia turunin aku…”
“Owh…” Sahutku biasa saja.
Ia menghela nafas panjang. “Seandainya pertunangan ini gak pernah ada…”
Aku sungguh terkejut dengan kalimatnya. “Maksud kamu?!”
“Ngapain aku harus bertunagan dengan seorang yang gak aku cintai sama sekali coba…”
“Kamu?!”
“Aku cuma cinta sama pacarku kak...”
“Gila kamu ya?! Kalau kamu cinta sama pacar kamu, kenapa gak dari awal kamu bilang sama orang tua kamu untuk batalkan semua?! Hey! Besok kamu itu mau tunangan sama Ibrahim, jangan main –main kamu. Semua sudah siap sekarang! Jangan bikin orang sakit hati gara –gara kamu. Terutama Aim yang udah kamu mainkan seperti ini.”
“Kakak pikir suma mereka saja, Bang Baim aja yang akan sakit hati? Aku juga sakit hati kak.”
“Jangan seenteng itu kamu ngomong Inez.”
“Yang enteng itu siapa? Yang ada aku yang berat kalau harus menikah sama seorang yang selalu menyakiti hati aku…”
“Kamu yang nyakitin Aim!” Aku memotong katanya.
“Bodoh! Yang ada aku lebih sakit lagi hatinya karena di tinggal untuk perempuan lain…” Katanya menyindirku.
Sungguh sialan perempuan ini. “Kalau saja dia bukan abang tiriku, kita disini gak perlu kehadiran kamu. Karena aku yang akan berdampingan dengan dia! Bukan kamu ataupun perempuan lainnya!”
“Ha, yakin benar kakak…” Katanya dengan senyuman miring.
“Cintanya sama aku gak sebanding setitikpun kebaikan yang pernah ia berikan sama kamu!”
“Ami stop!” Aku mendengar suara mirip Farish mendekat kearahku. “Jangan buat keributan disini. Kalian dilihat orang tak malu apa?” Lanjutnya yang benar itu Farish.
“Dasar anak kecil! Otak kamu itu premature!”
“Kalau aku premature berarti otak kakak yang koslet dong? Abang sendiri di embat juga… ha! Cinta macam apa yang seperti itu?!”
Aku layangkan tangan hendak menggamparnya.
Farish menahan tanganku lembut. “Jaga emosi kamu Ami…” Katanya.
Gerakku terhenti, percuma aku meladeni anak kecil, umurnya masih delapan belas tahun. Fikirannya masih sungguh premature!
“Mau tamper aku? Silahkan aja, kenapa? Gak boleh sama si penjaga baru?”
Mukanya sangat menyebalkan rasanya aku sungguh ingin mencekiknya! “Apa maksud kamu penjaga?! Ada urusan apa kamu sok urus urusanku?”
“Ha, jadi kakak belum tahu rupanya. Atau jangan –jangan memang dia dan Bang Baim merahasiakan dari kakak?”
Aku mengernyitkan dahiku. Sungguh apa maksud perempuan ini.
“Tolong Inez, hentikan omongan kamu sekarang…” Pinta Farish pelan.
“Kamu kenal perempuan ini?” Aku semakin heran saja.
“Ya pastinya dia kenal lah sama aku kakakku yang polos gak tahu apa…”
“Farish tolong jawab aku…” Kenapa Farish hanya diam dan menunduk? “Farish, jawab aku!”
“Dia itu teman baiknya Ibrahim Imran. Oh sungguh kakak gak tahu apapun soal mereka ya? Ups jangan –jangan kakak juga gak tahu kalau muka dia bengep karena abis di hajar sama abang Ibrahim? Aduh sungguh kasihan ya kakakku ini…” Inez semakin mempermainkan aku yang sungguh bingung.
Aku terus menatap Farish yang tak melihat pandanganku sedikitpun. “Farish aku mohon kamu jawab aku! Kamu memang temenan sama Aim?! Iya?” Aku terus mendesaknya. Tapi ia tetap tak segera menjawab.
“Satu hal lagi yang perlu kakak tahu…”
“Inez Cukup!” Aim datang dan menghentikan semuanya. Ia langsung menyeret Inez. “Hentikan omongan kamu yang gak penting itu! Kita masih punya urusan sekarang!” Bentaknya pada Inez.
“Tunggu! Kenapa kalian berdua tak kasih tahu sebenarnya sama kak Ami?! Kasihan dia, lihat wajahnya saja sudah penasaran dengan omonganku yang hanya sepotong –sepotong barusan.”
“Cukup Inez!” Bentak Farish geram. “Bawa dia pergi sana !” suruhnya pada Aim.
Aku semakin terbelak dengan semua pernyataan Inez dan sikap Farish yang masih terus bungkam dengan desakan pertanyaanku. Apa yang sebernarnya terjadi? Kenapa ini semakin membuat aku tak karuan?!
Aku kembali terduduk di bangku panjang. Aku tak kuat lagi rasanya menahan kepalaku yang semakin berat. Sebenarnya apa yang terjadi diantara keduanya?
Farish menyentuh punggungku. “Ami, aku…”
“Apa? Pentingkah aku mendengar penjelasan kamu?”
“Maafkan aku Ami…”
“Aku hanya ingin mendengar semua itu adalah salah…”
“Inez benar Ami…”
Benarkah mereka bersandiwara selama ini di balikku? Apa yang mereka inginkan dari aku? Aku kembali sulit bernafas rasanya. Hatiku sakit sekali. Aku tak kuat lagi menahan tetesan air mata yang ku bendung sejak tadi.
Aku beranjak dari dudukku.
“Ami tunggu…” Farish menahan tanganku. “Izinkan aku jelaskan semuanya sama kamu. Aku mohon.”
“Kamu, Aim, dan Inez. Kalian bertiga gak ada bedanya! Aku gak butuh penjelasan kamu maupun penjelasan siapa pun. Aku gak perduli, dan gak mau perduli.”
“Ami, aku salah, dan aku sungguh minta maaf sama kamu…”
“Percuma kamu minta maaf sama aku disaat seperti ini. Awalnya aku sungguh sudah percaya sama kamu, tapi ternyata? Ini kedua kalinya aku kecewa karena dibohongi oleh lelaki. Selamat kamu berhasil bikin hatiku tergores…” Aku berderai air mata dihadapannya.
“Ami, sungguh aku mohon sama kamu dengarkan dulu penjelasan aku.” Pintanya penuh sesal.
“Apa yang harus aku ketahui, tidak mau aku tahu! Jangan pernah temui aku lagi…”
Kenapa? Kenapa harus Farish yang bikin aku kecewa seperti ini?! Ya ALLAH, tidaklah cukup aku kecewa karena Aim? Kenapa mereka tega berbuat seperti ini sama aku?! Pantaskah aku diperlakukan seperti ini?
*****
Aku menangis seharian, mengurung diri tanpa memperdulikan panggilan dari luar balik pintu kamarku. Hingga akhirnya Mama yang masuk dan mendesakku untuk menceritakan semua yang sedang menimpaku. Haruskah aku melakukan pengakuan atas semua perasaanku selama bertahun –tahun ini? Ya ALLAH aku tak ingin membuat Mama kecewa dengan semua kelakuanku.
Mama mengusapku yang masih bersimpuh dihadapannya. Wajah Mama sudah berat dengan rasa takutnya atas pengakuanku nanti. Aku sungguh tak tega melihat wajahnya.
“Ami minta maaf yang banyak sama Mama…” Aku semakin berderaikan air mata.
“Kamu itu anak Mama, tanpa kamu minta, pasti Mama akan selalu memaafkan kamu nak. Ayo cerita apa yang sampai membuat kamu jadi seperti ini? Tolong jangan bikin Mama gelisah Ami…”
Tatapan mata Mama membuat aku berat untuk tidak lekas menceritakan semua yang terjadi. Tapi aku juga tak ingin membuat Mama shock dengan pengakuanku yang esktrim ini. Seumur hidupku, inilah masalah terumit yang aku alami.
Tarik nafas, hembuskan. Ya ALLAH, berilah kekuatan pada Mama untuk mendengar semua ceritaku yang aku yakini ini pasti menyakitkan di hati Mama. Seperti yang ku duga, Mama benar sangat shock mendengar ceritaku. Mama hanya menyesalkan semua yang terjadi. Ia tak bisa berkata apapun untukku. Maafkan aku Mama, derai air mata Mama adalah duka mendalam buatku. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Ya ALLAH, segeralah engkau beri aku dan Mama ketenangan.
Ya ALLAH, dimana aku akan menemukan pengganti kekecewaan ini? Apa yang bisa aku lakukan untuk menebus rasa terkejut Mama? Dimana aku harus mencari obatnya?
Malam dingin, menusuk kulit walau aku sudah melindungi dengan jaket tebalku. Aku tak tahu kemana arah tujuanku berjalan sekarang. Siapa yang akan aku temui? Gak ada lagi Farish yang jujur menemani aku di bawah sinar bulan seperti ini lagi. Farish, kenapa kamu tega berbohong sama aku?
Aku hentikan langkah kakiku. Di kejauhan aku melihat sesosok orang yang terus berjalan kearahku. Lampu taman akhirnya meneranginya, Ya ALLAH, itu Farish!
Ia terhenti tepat dihadapanku, matanya berkaca –kaca. “Ami…” Panggilnya pelan.
Aku tak kuat menahan emosi dihadapannya, aku kembali meneteskan air mata yang sudah bosan aku keluarkan lagi.
“Aku memang mengenal Ibrahim dengan baik, dia adalah sahabatku…” Jelasnya terbata –bata dengan air matanya.
“Jangan lanjutkan!”
“Dia minta aku untuk menjaga kamu…”
“Stop! Aku gak mau denger apapun dari kamu!” Aku tutup kedua telingaku. Aku tak mau mendengar penjelasan apapun dari dirinya.
“Dia bayar aku, untuk menghibur kamu yang sedang kecewa atas kabar pertunangan dia dengan Inez…” Faris terus berbicara tanpa menghiraukanku.
“Aku bilang stop! Tolong Farish hentikan bicaramu aku gak mau denger apapun dari kamu!”
Farish terus berbicara sesuka hatinya. “Aku kembalikan semua uang pemberiannya saat aku mulai merasa sesuatu yang berbeda sama perasaanku sendiri…”
“FArish!” Bentakanku sekuat tenaga tak tahan lagi denganya.
“Aku cinta sama kamu Ami…” Kalimatnya terhenti.
Apa? Aku seperti disetrum. Aku sungguh terkejut mendengar katanya.
“Ya Ami, aku udah jatuh cinta sama kamu. Dan saat itulah aku dan Aim bertengkar hebat. Karena Aim curiga dengan sikapku lebih sama kamu. Saat itulah Ibrahim kesal dan marah sekali sama aku…”
“Farish…” Panggilku tanpa daya.
“Maafkan aku Ami, aku gak maksud membohongi kamu. Semua itu aku lakukan demi menghargai Ibrahim sebagai sohib baik aku…”
Getar jantungku, derai air mata, lemah tubuhku sungguh rasa tak kuat mendengar semua pengakuannya. Ya ALLAH, aku tak tahu harus bagaimana sekarang. Lelaki yang berada dihadapanku telah melakukan sebuah pengakuan yang sangat menghujam jantungku.
Aku berbalik meninggalkan dia tanpa kata apapun lagi. Farish! Farish! Farish! Namyanya menghantui tidurku semalaman. Matanya, senyumnya, semua tentang dirinya muncul sangat indah dalam mimpiku. Kenangan dikejar preman bersamanya tidak akan pernah aku lupa.
*****
Setelah seharian aku mengurung diri untuk menghilangkan bengkak mataku yang sudah terlalu banyak membuang air mata, aku mulai bersiap diri untuk hadir di pesta pertunangan Ibrahim Imran dengan seorang perempuan yang tidak lain adalah Inez.
Menegakkan kepala, berdiri tegap, dan melangkah pasti memasuki ruangan yang cukup megah. Aku tarik nafas panjang, menguatkan hatiku yang terkadang masih suka menciut dengan semua keindahan dihadapanku sekarang ini. Rupa cantik Inez dengan gaunnya sangat serasi dengan Aim dan jas hitam rapihnya. Aku putar pikiranku sekarang, semoga ini yang terbaik untuk kita semua.
Menenangkan hati dengan segelas minuman yang telah disediakan. Aku ambil gelasnya dan bersmaan dengan satu tangan yang juga hendak mengambilnya. Aku tolehi seorang lelaki yang tangannya aku sentuh.
“Ami, Maaf silahkan…” Itu Farish. Wajahnya seperti malu dan jelas gugub.
Aku tersenyum padanya. “Kamu duluan saja. Masih ada gelas yang lain…”
Farish tersenyum membalasku. Ia sungguh tek menyangka sikapku akan berubah padanya.
Acara dimulai, kami meletakkan kembali gelas yang sudah kami tandaskan isinya.
“Kita kesana?” Ajaknya padaku.
“Boleh…”
Aku menggandeng tangannya, sungguh ia terkejut dengan itu. Ia menatapku penuh cinta. Cinta? Ya sepertinya aku mulai merasakan apa yang dia rasakan sekarang. Inikah cinta yang sesungguhnya? Entahlah…
Ibrahim memasangkan cincin di jari manis Inez, begitu pula sebaliknya. Sekarang itu tidak ada pengaruh apapun lagi untukku.
Hariku berubah sekarang, tak ada lagi Ibrahim Imran yang membuat hatiku gundah seperti dulu. Sebuah kejutan yang sangat mengejutkan aku. Entah bagaimana mereka merencanakan semuanya untukku. Tanggal delapan belas desember, tanggal yang bersejarah untukku, Farish bersama seluruh rombongan keluarganya datang meminangku. Dan itulah akhir dari semua kesedihan aku selama bertahun –tahun…
*****



Tidak ada komentar:
Posting Komentar